Ibu mengalah - Bagian 3



Joko tak berucap kata sepatahpun matanya nanar mengagumi atikah yang berdiri bugil dan malu malu di depanya, wajahnya yang cantik, dadanya yang menggelembung padat nampak menggantung menggiurkan, perutnya yang rata dengan sedikit cembung di bagian bawah khas wanita yang telah beranak dan rambut kemaluan yang terpotong rapi, pahanya bulat kokoh dan terkesan berotot, “sempurna” batin joko, atikah yang diperhatikan dari tadi jadi jengah juga, walaupun perasaan bangga di hatinya tak dapat disembunyikanya, betapa tidak diusia yang tidak lagi muda, ia mampu membuat seorang pemuda bengong menatap keindahan tubuhnya.


Sejak dari ruang tamu, atikah sudah terangsang berat, ia tahu semua ini sangat berbahaya, nama baiknya dipertaruhkan tapi semua itu rasanya sepadan dengan sensasi yang didapatnya. Begitu memabukan antara takut dan nafsu, membuat setiap ujung sarafnya semakin sensitif dan haus kenikmatan, atikah merasa aliran cairan hangat mulai merembes keluar dari celah sempit vaginanya.


“kamu tunggu apa lagi” ucap atikah pelan sambil mendorong lembut tubuh joko agar berbaring, joko menurut ia mengangkat bokongnya ketika bu atikah menarik lepas celana kolornya melewati kakinya. pnisnya tegang kencang maksimal, joko beringsut ke tengah ranjang dibawah pandangan takjub atikah yang tak menyangka betapa besar pnis pemuda tanggung itu.


Atikah menggenggam pnis besar sekeras kayu, mengocoknya pelan, merasakan betapa urat urat yang melingkarinya terasa keras dalam hangat yang nyaman di telapak tangan atikah, setitik cairan bening meleleh keluar dari lobang bengkak itu.. Atikah menjilatnya.. Asin.. Joko mengerang nikmat, tak tahan dikulumnya kepala pnis itu, terasa penuh dalam mulutnya, dihisapnya hingga cairan bening yang masih tersisa di batangnya terhisap mulut atikah, “ini luarbiasa.. pnis yang indah..” batin atikah, ia melumuri seluruh batang besar itu dengan ludahnya, bagaimanapun ia harus cepat, meskipun dalam hati ia masih ingin bermain main dengan pnis besar itu, pnis itu telah basah dari ujung kepala jamurnya yang besar sampai kepangkalnya. Atikah tersenyum genit pada joko, ia merangkak naik dengan posisi duduk ia berusaha memasukkan pnis besar itu ke vaginanya.


“ouuh sesaknya jok.. pnismu gde banget…” terengah engah atikah terasa susah sekali memasukkan batang besar itu. “aku harus bisa..” pikir atikah, dengan sekuat tenaga atikah menurunkan pantatnya yang terganjal batang besar di vaginanya dan sleeeeebb… Batang besar itu sesak menyusuri lobang peranakanya yang telah licin..


“ouhh enaknya..” rintih atikah, joko sendiri tak menyangka betapa rapat vagina ibu temanya ini. Dengan takjub dalam nikmat joko hanya diam melihat bu atikah yang perlahan menaik turunkan pantatnya dengan nikmat, tapi baru juga kira kira 20 genjotan joko merasakan jepitan kencang di pnisnya semakin hebat diiringi kedutan kedutan, atikah menggeram, tubuhnya luruh diatas tubuh joko, memeluknya erat dengan seluruh cairan tubuhnya seakan berkumpul mencari jalan lobang keluar..


“auuuh.. Aku keluar… Oohhh nikmatnyahh..“atikah memeluk joko erat erat meresapi orgasme pertamanya. Sejenak hening di kamar itu, joko memberi kesempatan pada atikah untuk memulihkan diri setelah orgasme pertamanya.


“sudah siap buk” bisik joko di telinga wanita cantik itu, atikah mengangguk lemah. Joko merangkul atikah dan dengan pnis masih tertancap joko berguling ke samping hingga kini ia ada di posisi atas menindih atikah.


“pelan pelan jok..” bisik atikah sendu, joko tersenyum kecil, leher putih wanita itu dijilatinya, ingin ia membuat cupang cupang disitu tapi merasa kasian bila nanti suami atikah melihatnya. Pelan pelan pnisnya mulai menyusuri lobang sempit peranakan atikah.


“ouuh enaknya nak joko.. pnismu guedi.. Ayo yang cepet” rengek atikah, rupanya vaginanya sudah terbiasa dan nikmatnya sungguh luar biasa. Jokopun merasakan hal yang sama vagina atikah yang sempit tapi licin menciptakan sensasi nikmat luar biasa.


“tempekmu juga uenak.. Buk.. Rapeet”


“yang kenceng nak joko.. Ayoh genjot tempek ibuk” atikah mulai meracau. Pantatnya bergerak menyambut setiap joko menghunjamkan pnisnya di peranakan atikah. Aroma birahi terasa kental di kamar itu. Keringat dan cairan pelumas dari kelamin mereka bercampur jadi satu, Atikah mengerang nikmat.


“ouuh.. Ibuk mau keluar lagi jok.. Aduuuh nikmatnyaa pnismu.. “atikah meracau ribut, kakinya membelit tubuh joko dan gelombang orgasme itu datang lagi meluluh lantakan tubuhnya, vaginanya berkedut kedut menyemprotkan cairan nikmatnya, membawa atikah ke surga birahi, ia mendesis.. Matanya membeliak, dengan kuat ia merangkul joko menancapkan kuku jarinya di punggung pemuda tanggung itu..


Joko sendiri merasakan nikmat yang luar biasa dari vagina atikah, pnisnya seakan terhisap dan diemot emot oleh gumpalan daging hangat nan nikmat.. Joko mempercepat genjotanya seperti kesetanan ia menghentak hentak tubuh atikah yang telah lemas dan ketika saat itu akan datang joko membenamkan pnis sedalam dalamnya ke dalam rahim atikah, atikah menjerit lirih, ada aliran lahar panas yang membombardir rahimnya, itu begitu nikmat, atikah mengerang panjang untuk orgasme ketiganya.


Sumini selesai berdandan, tadi sehabis mandi ia menyempatkan menata baju baju yang telah bersih di lemari, baru kemudian berdandan, rencananya ia akan beli lauk untuk makan malamnya. Sejak atikah pulang, Sumini masih memikirkanya ada penasaran di hatinya kenapa atikah gak pamit, apakah sedemikian penting.


Sumini keluar kamar, ketika melewati depan kamar joko, samar di dengarnya suara suara erangan perempuan dari kamar itu, sumini, berhenti dan menempelkan telinga di pintu kamar. Hening.


“tok.. Tok.. Tok” sumini mengetuk pintu, “jok.. ibu mau keluar beli makan malam!”


“iya buk, tugasku belum kelar!” jawab joko dari dalam kamar. Sumini berlalu dari depan kamar itu, ditepisnya dugaan dugaan buruk tentang suara desah perempuan di kamar anaknya. Sumini keluar rumah dan menutup pintu depan, di teras ia mencari cari sandal yang biasa dipakainya, sandal miliknya ada disitu, tapi sepasang sandal lain nampak berada disamping sandal miliknya, sandal cantik masih terlihat baru dengan motif bunga.


“joko.. Joko.. Dasar anak mesum” bisiknya kesal.


Malam terasa dingin menusuk tulang, hembusan angin yang bertiup terasa basah di lengan Joko yang tidak tertutup oleh sarung yang di pakai untuk membungkus tubuhnya. Malam ini malam ketiga sejak perselingkuhanya dengan bu Atikah dan selama 3 hari ini ibunya diam dan acuh sekali sikapnya. Joko sendiri tidak tahu apa sebab ibunya bersikap demikian.


“Apa mungkin ibu tau ya, kalo aku ngentot bu Atikah?” pikir Joko, pertanyaan itu selalu muncul berulang di kepalanya. Joko sudah bertanya pada ibunya tentang sikap diamnya, tapi Sumini malah selalu menghindar dan akibatnya jatah ngentotpun tak didapatnya lagi, ini sudah 3 hari dan itu sungguh menyiksa buat Joko.


Malam ini entah mengapa seakan tak ada makhluk hidup di sekitar rumah Joko. Hening. Sunyi. Pohon beringin tua di seberang jalan nampak mengerikan ditimpa cahaya redup sang bulan. Dahan dahanya yang rimbun nampak seperti sarang hitam dari ribuan demit. Joko bukan penakut ia tahu pohon itu angker, semua warga kampung juga tahu kalau pohon itu angker.


Joko sendiri juga sering melihat dan mendengar di malam malam tertentu penghuni pohon itu menunjukan keberadaanya. Kadang suara suara menggeram atau sekelebat penampakan ngeri dari gendruwo berbulu di pohon itu. Joko menatap pohon itu dengan acuh, ia sedikit bergidik ketika angin dingin berhembus kencang yang membuat sekujur bulu di tubuhnya berdiri.


“pett” lampu di teras rumahnya padam. Joko tersentak kaget. Ada perasaan ngeri yang menyuruhnya lari masuk rumah dan menutup pintu rapat rapat, tapi Joko bertahan dan tetap bertahan ketika 2 titik merah muncul di kerimbunan pohon itu. Antara ngeri dan penasaran Joko menguatkan nyalinya terus menatap 2 titik merah di gelap rimbun pohon tua itu.


2 titik merah itu perlahan lahan mulai jelas menampakan wujudnya. Itu mata. Mata merah dari sosok raksasa berbulu, rambut gimbal, hidung besar, bibir tebal dengan seringai sangar menampakan deretan gigi sebesar genteng dengan susunan yang tak beraturan. Joko tersenyum kecil, begitu ia melihat wujud demit di depanya rasa takutnya malah sirna bersama rasa penasaranya, meskipun demit itu menjulang tinggi di depanya.


Joko meraba raba meja di sebelahnya mencari rokok eceran yang tinggal sebatang. Sedetikpun pandanganya tak lepas dari demit itu, gendruwo besar di seberang jalan nampak gelisah, mungkin karena salting manusia yang coba ditakut takutinya cuek saja. Dengan santai Joko menyulut rokoknya, pelan dihembuskanya asap rokok itu.


“Maumu apa?” tanya Joko pelan dan datar tanpa nada mengintimidasi atau ketakutan. Gendruwo itu menggeram.


“Aku melu koe ndoro (aku ikut kamu tuan),”


“Gak kuat mbayari aku.” jawab Joko santai tapi tetap tak sekejappun matanya berpaling dari gendruwo itu. “Aku gak jaluk bayaran Ndoro (aku gak minta bayaran tuan),” gendruwo itu menunduk memberi hormat, dan perlahan memudar dalam gelapnya malam.


“leep” lampu teras itu tiba tiba menyala. Joko tersentak seperti tersadar dari alam mimpinya. Pohon beringin di seberang jalan nampak kokoh dalam kegelapan. Joko clingak clinguk matanya tertumbuk pada sebuah benda kecil yang tergeletak di meja. Sebuah cincin putih, perak, nampak kusam tergeletak begitu saja di atas meja.


“Apa ini jelmaan gendruwo tadi?” pikir joko, ia memungut cincin itu ada aliran hawa aneh yang keluar dari cincin itu ketika joko meletakkanya di telapak tangan.


“Masa bodolah,” pikir Joko ia memasukan cincin itu di saku celana kolornya, masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu depan. Jam dinding sudah pukul 11 malam, iseng iseng joko menuju kamar ibunya yang terlihat pintunya tertutup rapat.


“Asem.. Dikunci lagi,” sungut joko kesal dengan pintu kamar ibunya yang terkunci. Dengan gontai Joko menuju kamarnya. Diluar sangat dingin tapi karena memang terbiasa tidur telanjang dada Jokopun melepaskan kaosnya, narsis dulu depan kaca lemari sambil bergaya ala Ade Ray yang mamerin ototnya, Joko cengengesan sendiri, orang badanya kerempeng macam seng karatan.


“Aku keren ternyata.. Kerempeng Entek entek’an.. Hihi.. Woy apa neh?” keasyikanya di depan kaca terganggu dengan getar lembut di celana kolornya. Joko mengambil cincin di sakunya yang terasa hangat.


“Kayaknya emang pas di jariku,” pikir Joko, ia memakai cincin itu di jari manisnya, dan memang pas dan nyaman sampai ia melihat kaca lemarinya.


“Astaga naga..” jerit Joko terkejut sampai terlonjak dan jatuh ke belakang dengan pantat mencium lantai kamarnya, Joko memegangi pantatnya yang terasa ngilu, pelan pelan ia bangkit dan mengintip ke kaca lemari, kosong… Tak ada siapapun, joko bangkit dan bersorak girang ketika melihat bayangan celana kolornya di dalam kaca lemari, hanya kolor yang ada di kaca itu, wujud joko tak nampak, cincin itu membuat Joko bisa menghilang.


Joko melepas kembali cincin itu, bayanganya muncul kembali, dipakai lagi, menghilang lagi, dilepas muncul lagi. Pake, lepas, pake, lepas sampai ia benar benar yakin. Sambil cengengesan ia membaringkan tubuhnya di kasur, cincin itu ditaruhnya dibawah bantal. Sebuah rencana muncul di kepalanya sampai rasa kantuk membawa pikiranya ke alam mimpi.


******


Pagi menjelang, ribut kokok ayam membuat Sumini harus terbangun dari lelap tidurnya. Seperti pagi pagi lainya ia akan segera sibuk dengan kegiatan di dapur, memasak air, mencuci beras. kemudian menyapu halaman depan, balik lagi ke dapur lalu menanak nasi. Asik dengan dapur tak terasa sudah jam 6.


“Joko belum bangun juga, dasar pemalas,” gerutu Sumini pada dirinya sendiri. Nasi telah siap tinggal bikin sambel, saatnya untuk bangunkan anak semata wayangnya. Sumini membuka pintu kamarJoko yang memang tak pernah dikunci, anak itu masih tdur dengan pulas dengan bertelanjang dada. Sumini sejenak terpaku di tonjolan besar di kolor anaknya, tapi pikiran kotornya segera dibuangnya, ia sudah mantap untuk menghukum anaknya karena sudah berselingkuh dengan Atikah.


“hei bangun udah siang!” ucap Sumini sambil menepuk nepuk pipi anaknya.. Joko menggeliat, membuka matanya yang masih terasa sangat berat.


“Masih ngantuk buk..” jawab Joko malas ketika dilihatnya ibunya masih berdiri di samping tempat tidurnya.


“ayo bangun nanti telat sekolahnya!” jawab Sumini galak, ia bergerak ke arah jendela dan membuka kelambu yang menutupi jendela kaca itu, Joko mengerjap karena tertimpa cahaya matahari yang masuk lewat jendela yang kini terbuka. Sejenak matanya menikmati lenggok pantat besar ibunya yang berjalan keluar kamar.


Begitu ibunya menghilang di balik pintu Joko bergegas bangkit mengambil cincin yang tergeletak dibawah bantalnya. Ia berjalan ke kaca lemari. Dengan berdebar debar ia menatap kaca itu dan pelan pelan ia memakai cincin jelmaan gendruwo dan… cling.. Muka mesumnya hilang di bayangan kaca itu. Joko tersenyum puas melepasnya lagi, lalu menyambar handuk yang tergantung di paku yang menancap di pintu kamarnya.


Usai mandi mereka sarapan berdua., nasi, sambel dengan lauk telur dadar, Sumini heran juga melihat Joko yang terlihat tergesa gesa makannya.


“Kamu kenapa kok buru buru jok?”


“Gak papa buk, janjian mau bonceng Dirgo, takut dia lupa nanti ditinggal.”


“Lha kamu gak bawa motor sendiri?”


“Gak buk, Joko berangkat dulu”


“Iya hati hati” jawab Sumini, ia lalu membereskan meja makan, mencuci piring dan peralatan dapur yang tadi dipakainya. Setelah selesai ia ke ruang tengah menyalakan tv dan bersantai sejenak, tubuhnya masih berkeringat jadi ia menunda dulu keinginan untuk mandi. Sumini berselonjor di sofa sambil menikmati berita di tv ketika sebuah usapan lembut terasa hangat di pipinya.


“eh…!” pekik sumini kaget, clingak clinguk ia melihat sekeliling barangkali ada orang lain dalam ruangan itu.


“Sum..” bisikan itu begitu jelas di telinga Sumini, tak ada orang lain disitu, bulu kuduk Sumini meremang, ia serentak bangun dan berdiri dengan punggung merapat ke tembok, matanya nanar dan ngeri menyapu seisi ruangan itu, dan memang tak ada siapa siapa.


“Si.. Siapa??” ucap Sumini terbata, tubuhnya serasa kaku tak bisa digerakkan akibat teror ketakutan yang melandanya. Hanya hening di ruangan itu, sampai sebuah remasan lembut di payudaranya membuat Sumini menggigil ketakutan.


“ja.. Jangan ganggu aku.. si.. siapa kamu?” tanya Sumini dengan suara bergetar, sejenak hening sampai sebuah hembusan angin hangat menerpa telinga Sumini.


“Aku Parno suamimu Sum.. Apa kamu lupa dengan suaraku?” makhluk tak berwujud itu berbisik lirih di telinga Sumini.


“Ka kamu kan sudah mati lama kang, kenapa kembali?” bisik Sumini menguatkan hati.


“Aku selalu disini Sum.. aku mengawasimu.. Aku tahu perbuatanmu dengan anak kita,” bisik suara itu lagi, Sumini terkesiap, wajahnya pucat dan mendadak perasaan bersalah menderanya membuat lututnya goyah, ia terjatuh terduduk di lantai dengan mata sembab, ia terisak.


“Ampuni aku kang.. Aku khilaf.. Ampuni aku kang..” Sumini terisak isak, bersalah dan ketakutan. Ia takut sekali apabila arwah suaminya marah dan menghukumnya.


“Kamu istri setia Sum, aku juga gak marah kamu ngentot dengan Joko, kenapa menangis? Anggaplah Joko adalah aku suamimu ini”


“Ta.. Tapi dia kan anak kita kang?” tanya Sumini sambil menunduk, dalam hatinya terasa plong karena arwah suaminya tidak marah. Sumini merasakan tangan lembut di dagunya membuat ia harus menengadahkan wajah.


“Joko darah dagingku Sum, layani dia seperti kau melayani aku, kamu bisa Sum?” bisik suara itu lagi. Sumini mengangguk, berbagai perasaan berkecamuk di hatinya. Sejenak hening lagi di ruangan itu sampai suara iklan tv mengagetkan Sumini dari lamunanya. Sumini nanar memandang sekeliling.


“Kang Parno..” bisik Sumini memanggil makhluk tak berwujud itu, tapi tak ada sahutan. Ia bangkit dan mematikan televisi sekali lagi matanya menyapu seluruh ruangan itu, ia masih tak percaya demgan kejadian yang baru dialaminya. Sumini amat mencintai Parno suaminya, sejak kematian suaminya bertahun tahun yang lalu Sumini tak pernah berpikir untuk mencari pengganti.


“Terima kasih kang Parno..” bisik Sumini pelan, tak ada takut lagi di benak Sumini, walaupun ia makhluk halus, tapi dia kan suamiku, pikir Sumini, langkahnya ringan melangkah ke belakang, menyambar handuk di jemuran dan masuk ke kamar mandi.


“Bruanggkk!” Sumini keheranan ketika menutup pintu sedikit keras terasa seperti membentur sesuatu, daun pintu itu terbuat dari kayu dengan lapisan seng dan suara benturan itu cukup keras, ia mencari cari di bawah pintu barangkali terganjal batu, ternyata tidak ada, ia mencoba menutup pintu itu lagi ternyata mudah.


******


Joko mengusap usap jidatnya yang merah terbentur pintu, maksud hati ingin melihat ibunya mandi tapi kalah cepat masuknya dan kejedot pintu kepalanya.


Ya benar, dari semua kejadian tadi Jokolah pelakunya, ia tadi tidak sungguhan berangkat sekolah, hanya ngumpet di samping rumahnya dan begitu ibunya di belakang ia masuk kamarnya, melepas baju seragamnya dan memakai cincin gendruwo untuk mengerjai ibunya.


Sejenak joko memeriksa benjol di jidatnya akibat terantuk pintu kamar mandi lalu keluar rumah. Joko menunggu sebentar sampai ia mendengar suara pintu belakang terbuka dan tertutup, lalu masuk rumah dengan pura pura kepanasan.


“Lho kamu kok sudah pulang nak?” tanya Sumini yang melihat anaknya di ruang tengah, ia baru saja selesai mandi dan hanya berbalut handuk. Buah dadanya terlihat menggelembung indah karena tertekan belitan handuk yang dipakainya. Joko tercekat pemandangan itu membuatnya harus menelan ludah.


“A.. Anu buk gurunya rapat..” jawab Joko asal, matanya kelayapan di sekujur tubuh ibunya yang setengah telanjang.


“Itu jidatmu kenapa? Merah.. benjol lagi.. kenapa ini?” tanya Sumini kuatir sambil memeriksa jidat Joko. Joko diam tak menjawab ia asyik menikmati gelembung lembut susu ibunya yang begitu dekat di mukanya, basah dan harum lembut bau sabun begitu menggodanya.


“Kenapa ini? Sakit ya?” tanya Sumini lagi, ia tahu anaknya sedang menikmati susunya yang setengah terbuka, rasanya bangga juga di usia yang tidak muda tubuhnya masih mampu memikat anak muda.


“Gak pa pa buk, tadi kejedot jendela kelas,”


“Lain kali hati hati nak, ibuk tak ganti baju dulu,” ucap Sumini, entah kenapa setelah ijin dari suara yang mengaku arwah suaminya, ia malah ingin selalu dekat dengan anaknya.


“Iya buk, Joko juga mau ganti baju.”


Joko menunggu ibunya sampai masuk kamar, niat hatinya ingin mengintip tapi ditahanya karena Joko yakin nanti akan lebih dari sekedar ngintip. Akhirnya ia masuk ke kamarnya merebahkan tubuhnya sambil cengengesan membayangkan gelembung padat susu dan mulus paha ibunya yang tadi hanya tertutup handuk.


“Jok.. Eh kok kamu blum ganti baju?”


Suara ibunya diambang pintu kamar membuyarkan lamunan jorok Joko. Ia gelagapan dan terbengong menatap ibunya yang bergamis biru dan kerudung biru muda, terlihat cantik dan anggun.


“Ibuk mau kemana?” balas Joko balik bertanya.


“Eh jok.. antar ibuk ke salon bude Nur ya, ibuk mau potong rambut dan cuci muka, ibuk pengen tambah cantik..” jawab Sumini agak malu malu.


“Ibuk kan sudah cantik…” jawab Joko spontan karena memang menurutnya ibuknya memang cantik banget.


“Ayolah Jok.. rambut ibuk udah lama banget gak dipotong.”


“Iya deh..” jawab Joko ogah ogahan, gagal semua rencananya mau berduaan dengan ibunya. Bude Nur adalah sepupu Sumini, bapaknya adalah kakak dari ibu Sumini, ia mempunyai usaha salon satu satunya di desa ini, suaminya juga sudah meninggal 2 tahun yang lalu, bude Nur mempunyai 2 putri Nuri dan Nisa, dua duanya kuliah di kota.


Rumah bude Nur tergolong kecil, mereka disambut bude Nur yang kebetulan baru saja membuka pintu salonya. Mereka berbasa basi sebentar kemudian masuk ke ruang potong rambut dan meninggalkan Joko bengong di teras. Joko mengeluarkan hape kecilnya dan melihat beberapa sms yang masuk dari teman sekelasnya.


“woy ngapaen?”


Sebuah suara perempuan mengagetkan Joko, Nuri anak bude Nur kini sudah duduk di kursi yang berbatas meja kecil dari kurs Joko. Nuri 21 tahun, tingginya tak lebih tinggi dari Joko, langsing, cantik dengan hidung mancung dengan mata dan bibir berkesan judes, memakai celana pendek jins ketat dengan kaos tanpa lengan warna merah cukup ketat hingga Joko bisa menduga kalau payudaranya tak terlalu besar tp terlihat kenyal.


“Gak kuliah mbak?” tanya Joko berbasa basi.


“Libur” jawab Nuri singkat tanpa menoleh sedikitpun pada Joko, Joko kesal juga dibuatnya dengan sikap sombong gadis itu.


“Mbak Nisa kemana?” tanya Joko lagi ia berusaha mencairkan suasana yang kaku dengan mengajak ngobrol.


“Tauk.. Udah ah males, nanya nanya terus dari tadi!” jawab Nuri ketus sambil bangkit dan ngeloyor masuk ke dalam rumah. Joko melongo dengan muka merah kata kata itu mengusik harga dirinya sebagai laki laki. Tanganya meraba cincin di saku celananya, dengan cermat ia mengamati situasi di sekitarnya, ada ruang kosong disamping kanan rumah yang cukup terlindung dari pandangan orang orang yang berlalu lalang di jalan.


Langkahnya menuju di ruang salon, bangunan kecil yang terpisah dengan rumah induk, dimana ibunya sedang potong rambut, masih lama, pikir Joko. Ia berlalu dari situ dan mulai masuk ke rumah, kamar depan diketuknya, tak ada reaksi dari dalam, Joko membukanya, kosong. Ia menghampiri kamar kedua, perlahan diketuknya.


“tok.. tok..”


“Siapa?” terdengar sahutan dari dalam, Joko berdebar, terdengar kletak kunci pintu kemudian pintu itu terbuka dan wajah cantik nan ketus melongok keluar. Kemudian ditutupnya lagi dengan keras ketika melihat tak ada siapa siapa. Joko garuk garuk kepala melihat kelakuan gadis cantik itu. Tak ada kesempatan untuk masuk tadi, ia mengetuk lagi kali ini agak keras ia ingin membuat emosi Nuri jadi tambah tinggi.


“Tok.. Tok.. Tok!”


“Brengsek!” terdengar umpatan dari dalam, dan tak lama wajah ketus itu muncul lagi, jelas sekali raut muka kesal dari wajah itu, ia keluar melihat kiri kanan kemudian melangkah ke ruang depan. Joko masuk ke kamar Nuri, kamar itu dicat orange lembut dengan beberapa poster artis korea di dindingnya, meja rias kecil penuh dengan alat make up, lemari pakaian besar, dan spring bed besar di sudut ruangan.


“Ternyata galak galak juga hobi bokep,” desis Joko sambil terkikik di layar tablet itu memang ada filem bokep jepang yang sedang di pause. Joko buru buru menjauh dari kasur ketika ia mendengar langkah kaki Nuri mendekat, si muka judes itu muncul, masuk dan langsung mengunci pintu kamarnya.


“Pasti bocah ndeso itu yang ganggu, huh awas kalau ketemu,” gerutunya kesal. Joko yang mendengar gerutuan yang ditujukan padanya hanya nyengir garuk garuk kepalanya. Nuri sudah naik lagi keatas kasurnya dan kembali asyik dengan filem bokep kegemaranya. Joko memperhatikan gadis molek di depanya, Nuri putih dan mulus pahanya, gadis itu mulai gelisah karena terbawa nafsu dari bokep yang ditontonya.


Nuri mulai tidak nyaman dengan pakaian yang dipakainya, birahinya menuntut penyaluran, ia meletakan tablet disamping badanya kemudian mulai melepas seluruh pakaianya dan dalam hitungan detik ia telah telanjang bulat. Joko menelan ludah tubuh mulus di depanya sungguh tanpa cela susunya bulat meski tergolong kecil dibanding punya ibunya, perut rata tanpa lemak dan lembah di selangkanganya ditumbuhi bulu bulu halus yang belum begitu lebat, Joko bergerak mendekat mencium aroma dari vgina Nuri yang telah basah.


“Apa ada semut ya?” gumam gadis itu, ia membuka belahan vginanya yang membuat joko menelan ludah melihat isi vgina yang merah basah dan kelentit kecil yang mungil. Nuri kembali berbaring dengan posisi semula tapi kini tanganya berada di atas vginanya dan mulai mencari nikmat dengan mengusap usap itilnya yang mengeras dan bertambah besar, Joko sudah tak tahan lagi serta merta ia naik menindih tubuh molek itu, mengunci kedua tangan Nuri dengan menindihnya dengan kakinya tangan kirinya membungkam mulut gadis itu.


“DIAM!” bisik Joko tapi cukup jelas terdengar dan dengan suara yang sengaja ia besarkan. Nuri serentak terdiam kengerian terbayang di matanya. Ia memang judes dan akan judes pada siapa saja, tapi sebenarnya Nuri adalah penakut, matanya membelalak dan bibirnya gemetar, terasa sekali di telapak tangan Joko.


“Aku adalah jin, turuti kata kataku atau aku akan merasukimu dan membuatmu gila.” gertak Joko dengan suara dibesar besarkan. Nuri menggigil wajahnya pucat pasi. ia berusaha mengangguk meyakinkan.


“Kenapa kamu begitu jahat pada tuanku Joko?” tanya Joko dan Nuri jelas mendengar tapi tak dapat melihat asal suara itu, tanganya mulai sakit seperti tertindih benda keras. Ia hanya bisa ah uh karena sesutu menutup mulutnya, wajahnya terlihat panik karena kesulitan untuk bernafas. Joko perlahan melepas bekapan di mulut gadis itu tapi tetap bersiaga kalau kalau gadis itu berteriak minta tolong.


“Kenapa?” suara itu bertanya lagi.


“A.. Aku tidak tahu.. memang sifatku buruk, a.. aku mi minta maaf jin.. a aku akan minta maaf pada tuanmu sekarang,” jawab Nuri terbata bata.


“Ha.. HaHA.. Memang kamu harus minta maaf.. Tapi tidak sekarang, tuanku sudah menyerahkan dirimu kepadaku..”


“Apa maksudmu jin?” kembali teror ketakutan mendera Nuri. “jangan sakiti aku..”


Joko tak menjawab, jemarinya menjangkau susu mengkal dan ranum itu, meremas remasnya lembut dan mempermainkan putingnya yang kecil. Nuri mendesah geli dan nikmat, meskipun dibawah ancaman tapi ia tak memungkiri kalau payudaranya meras nikmat.. Nuri dengan takjub memandang susunya yang bergerak gerak sendiri seolah ada tangan gaib yang meremas dan memberi nikmat di susunya.


“Ouuh.. “Nuri mendesah ketika merasakan sesuatu menindih tubuhnya, tanganya terbebas tak terasa sakit lagi. Nuri dapat merasakan suatu benda bergesekan dengan bibir vginanya, “ah itu pnis jin,” pikir Nuri antara takut dan penasaran sampai sebuah bibir dan lidah yang tak terlihat menyerbu bibirnya, Nuri gelagapan, ia akhirnya memejamkan matanya dan merespon ciuman itu dengan nafsu, lidah mereka saling melilit, Nuri merasakan bibir bawahnya disedot sedot makhluk itu.


Nuri benar benar sudah takluk, ia membuka lebar lebar pahanya berharap pnis jin itu segera memasuki tubuhnya. Joko pun tak mau berlama lama, ia mengarahkan pnisnya di bibir vgina Nuri, sejenak memandang gadis cantik di depanya, matanya terpejam, titik titik keringat di ujung hidungnya dan bibir yang bergetar.


“Kamu cantik..” bisik Joko


“Trima kasih..” jawab Nuri ada perasaan bangga di hatinya, Nuri menahan nafas ketika perlahan sebuah batang besar mencoba menguak bibir vginanya, Nuri sudah tak perawan, ia pun sering bersanggama dengan pacarnya, meskipun tak terlihat Nuri tahu pnis itu jauh lebih besar.


“aduh… Uuh..”Nuri merintih ketika benda itu telah masuk ke vginanya, sejenak berhenti, masuk lagi, diam dan masuk lagi, Nuri merintih sakit tapi nikmat ia menaikan pantatnya ketika batang itu ditarik, ia merasa seakan seluruh rahimnya ikut tercabut.


“Pelan pelan Jin.. Aduh nikmatnya..” rintih Nuri tanpa malu malu, Joko tersenyum mendengarnya, gadis cantik itu sudah jatuh dalam irama birahinya dan pelan tapi pasti ia mengayuh vgina rapat itu.


“Aduuh.. Oooh gila.. Gede banget Jin pnismu.. Ouuuh enak tempekku jiiin…” Nuri mulai meracau dan tak lama gelombang itu datang.. Kaki Nuri meregang tanpa malu malu tanganya memeluk erat erat tubuh kasat mata yang menindihnya dan melepas orgasme terhebat dalam hidupnya.


“Akhu.. Keluar… Ouuhh…” Nuri mengerang panjang tangannya dengan erat mendekap lawan mainya, vginanya berdenyut denyut menyemprotka cairan nikmat, dan tentu saja berimbas pada Joko yang pnisnya tertanam di vagina Nuri, “vgina yang luar biasa..” batin Joko yang merasakan empotan vgina Nuri, ia menunggu Nuri meresapi sisa orgasmenya.


“oooh.. Uenake jin… Ooh lagi.. Lagi.. Ooh tidaaak..” kembali tubuh Nuri mengejang oleh orgasme keduanya, Joko tak membuang kesempatan itu puncaknya juga sudah dekat dengan cepat ia mengayuh pnisnya ketika Nuri orgasme dan vginanya mengempot empot pnisnya. Nuri membeliak menahan nikmat dari gempuran batang besar di vaginanya, sampai sebuah hunjaman terdalam dalam rahimnya dan laksana meriam batang itu memuntahkan bola cair panas dalam dirinya, Nuri merintih menggigit bibir bawahnya dan melepas orgasme ketiganya.


Hening… Joko memandang wajah cantik di depanya, matanya terpejam dan nafasnya terengah engah, perlahan ia bangkit dan melepaskan batangnya dari jepitan vgina itu. Gadis itu terlentang lemas dan pasrah.


“Datanglah kemari kapanpun kamu mau…” bisik Nuri seakan pada dirinya sendiri. Joko tersenyum mendengarnya, ia menunduk dan berbisik di telinga Nuri.


“Tentu, tapi ingat janjimu pada Tuanku” Nuri mengangguk, joko segera keluar dari kamar itu, di ruang tamu ia berpapasan dengan Bude Nur, perempuan 45 tahun tp tetap cantik dan modis. bulatan dadanya tampak lebih besar dari milik Nuri anaknya. “Lain waktu aku akan nyoba kamu.. “pikir Joko cengengesan sendiri, ia langsung menuju ke tempat dimana tadi ia melepas bajunya dan dengan cepat memakainya.


“Eh ibuk potong yang gimana? Kok pake kerudung lagi?” tanya Joko penasaran, ia takjub juga melihat perubahan wajah ibunya lebih mulus pipinya, alisnya juga rapi dan nampak segar menggemaskan.


“Nanti di rumah juga tau jok,” jawab Sumini sambil tersenyum penuh arti.


“Ibuk tambah cantik loh..” puji Joko, Sumini tersenyum senang sambil mencubit kecil lengan anaknya. Mereka berdua lalu berpamitan pada Bude Nur.


“Joko tunggu!” teriak Nuri.


Joko menghentikan motornya padahal tadi sudah akan meninggalkan halaman rumah itu. Gadis itu nampak kusut seperti habis bangun tidur tapi masih terlihat cantik, dengan kepala tertunduk ia mendekat.


“Jok maafkan aku ya, tadi sudah gak sopan,” ucapnya pelan.


“Sudah mbak gak pa pa,” jawab Joko santai.


“Ada apa sih? Sodara kok bertengkar?” sahut ibu Joko menyahut.


“gak papa buk cuma salah paham,” timpal Joko.


“makanya Nuri dolan donk biar bisa maen sama Joko, nanti juga akrab, kalian kan sodara,” ucap ibu Joko lagi.


“Iya bulek,” Jawab Nuri sopan.


“Bener mbak aku kan juga pengen maen sama mbak,” ucap Joko sambil mengedipkan sebelah matanya, sontak membuat Nuri tertunduk dengan muka merah.


“Sudah ya Nur bulek pamit dulu,


“I.. Iya bulek hati2..”


Motor Joko melaju perlahan di jalanan desa itu. Ibunya yang duduk terlalu ke belakang membuat setir Joko tidak nyaman.


“Buk boncengnya pegangan Joko ntar jatuh,” ucap Joko ketika melintas di sawah sawah. Sumini menurut ia bergeser maju dan merangkul perut anaknya, sehingga otomatis susunya menempel di punggung anaknya.


“Begini ya?” tanyanya.


“Siiip.. Empuk buk,” Jawab Joko cengengesan.


“Dasar!” celetuk ibunya sambil mencubit perut anaknya, ia tambah merapatkan pelukanya. Joko tersenyum… Pelangi pun bisa dibuat tanpa menunggu datangnya hujan.


Subscribe to receive free email updates: